Senja adalah torehan tinta emas menawan Lekat dengan nuansa asmara Senja adalah kelembutan berselimut dingin Pekat akan jiwa-jiwa yang tenang aku cinta senja
Kamis, 18 Desember 2014
LONG
Tiba-tiba
saja teringat pada sosok ibu tua renta yg duduk meringkuk di sudut
ruko dengan guratan wajah lelah, ia menyandarkan tubuhnya. Mungkin
berharap agar semua yang ada dibenaknyapun ikut bersandar tenang. Tatapannya
mengawang, matanya sayu, redup. Tanpa ragu aku menghampirinya, memulai
pembicaraan. Perlahan namun pasti.. Setelah lama kita berbincang,
ibu itupun membuka semua tabir yang selama ini mnjadi belenggu bagi
dirinya. Nada suaranya yang kian melemah mengantarkan linangan air mata
jatuh ke pelupuk hati. Tangis itupun mengundang tman-teman seperjalananku.
Ibu tua itu terus saja bercerita. Mungkin ia merasa lebih baik ketika
ganjal itu dibuang jauh-jauh.. Ibu tua yang malang. Sebuah pelajaran yang ku
petik darinya, "selemah apapun diri kita, sekecil apapun pandangan orang
terhadap kita. Jangan sampai melemahkan semangat kita. Jadikan hal itu
sebagai katalis untuk mempercepat reaksi pembentukan 'BUKTI' bagi
dunia."
Kotekan Pertamaku
Ditemani sebatang lisong yang mengabu, seraya runtuh ditepis sentuhan jemari
kali ini ia tak menari lagi menggoyangkan pinggul sesuai hentak ketipung
Entahlah, ia bukan lagi Sri yang dulu, Sri yang gemar mengumbar pesona
memudar sudah perlahan pesona yang dulu bergentayangan disetiap benak para belang
"Ah, Sri Sri.. mestinya dulu kau terima suntingan juragan lembu itu
yaaah walau tua beristeri lima bukan masalah besar jika kau jadi yang ke enam.
Setidaknya kau tak harus melonte di warung karaoke mbok Darmi".
Setiap senja menjelang purnama, kau selalu menyelumitkan kalimat penyesalan dari si Mbokmu itu
Tak akan lagi Sri, kau tak boleh meladeni mereka kembali
napasmu saja enggan masuk enggan pula keluar
detak jantungmu saja sebenarnya telah menolak untuk memompa
alangkah indahnya Sri jika kau kembali ke masa kecilmu dulu
meski si mbokmu tak mampu, setidaknya kau bukanlah orang yang nista dina
sudahlah...
tertawalah tertawalah...
Selagi kau mampu menertawakan ulah ayam katemu
selagi ayammu mampu membendung tangismu
selagi rambutmu tak kau jambakki setiap kabut gelap itu menyelimuti
selagi tak kau lucuti busanamu Sri
Sri yati,,,
kali ini ia tak menari lagi menggoyangkan pinggul sesuai hentak ketipung
Entahlah, ia bukan lagi Sri yang dulu, Sri yang gemar mengumbar pesona
memudar sudah perlahan pesona yang dulu bergentayangan disetiap benak para belang
"Ah, Sri Sri.. mestinya dulu kau terima suntingan juragan lembu itu
yaaah walau tua beristeri lima bukan masalah besar jika kau jadi yang ke enam.
Setidaknya kau tak harus melonte di warung karaoke mbok Darmi".
Setiap senja menjelang purnama, kau selalu menyelumitkan kalimat penyesalan dari si Mbokmu itu
Tak akan lagi Sri, kau tak boleh meladeni mereka kembali
napasmu saja enggan masuk enggan pula keluar
detak jantungmu saja sebenarnya telah menolak untuk memompa
alangkah indahnya Sri jika kau kembali ke masa kecilmu dulu
meski si mbokmu tak mampu, setidaknya kau bukanlah orang yang nista dina
sudahlah...
tertawalah tertawalah...
Selagi kau mampu menertawakan ulah ayam katemu
selagi ayammu mampu membendung tangismu
selagi rambutmu tak kau jambakki setiap kabut gelap itu menyelimuti
selagi tak kau lucuti busanamu Sri
Sri yati,,,
Langganan:
Postingan (Atom)