Selasa, 01 Agustus 2017

Kolong Jembatan

"Bagaimana cara membangun jembatan itu ? Kau tau ?" Tanyanya sembari menudingkan telunjuk ke arah timur. Lautan lepas yang membentang luas. Terbujur bangunan gagah sebagai penghantar sini menuju ke sana. Hei kau tahu aku bagaimana ?
"Dari tengah!!!" Sergahku tanpa berpikir panjang. Topan itu tak terduga, ia penuh kejutan dan tanda tanya. Kadang aku takut sodara. Sungguh terkadang ia ikuti alurku, tak jarang ia menolak jalanku. Tiada masalah jeritku dalam hati, tapi bukankah cinta itu seirama ? Aku merasa kita tak sering seirama. Kau lebih suka dengan irama cadas dengan lirik ironi. Sedang jiwaku memilih syahdu dengan lirik mendayu haru. 

Tunggu dulu, si topan cadas itu berdarah jawa kental manis persis kita sama. Ia beraliran nafas petualang, baiklah ini sama. Dia bertatapan tajam menukik dengan gelagat mempesona, ya itu yang aku suka. Namun perasaan itu bukan logika matematika maupun formula fisika. Bukan pula angka yang bisa dihitung dan alphabet yang mampu ku baca. 

Waktu demi waktu, hari demi hari hingga waktu itu tiba. Badai tetiba datang dengan berita, petir menyambar bagai samurai naga, Tsunami. Luluh lantah. Kalian pasti tau betapa kecewanya hati seorang wanita mana kala diposisikan sebagai percabangan? Ya, Kiamat.

Bagai debu yang tiada arti 
Tersungkur layu tiada lagi berseri
Melebur hancur seperti deburan ombak tepian pantai
Meledak, kadang suram
Meledak, tak jarang hilang 
Berdebum kencang namun senyap
Membara besar tapi tiada temaram

Ya kali ini aku kalah dalam hati
nestapa lara dalam jiwa
Namun aku bangga aku kalah dipertempuran
Meski mati terhunus pedang 
Setidaknya aku tak lari dari kenyataan



Senin, 31 Juli 2017

Pelangi Pertama



Hari ini sengaja ku sempatkan memandangi secercah pagi dengan petunjuk kopi. Bukan kopi hitam pekat, melainkan white coffe begitulah mereka menyebutnya. Yap, ada pelangi yang membuncah indah di angkasa raya, menyapa sibuk dengan senyum mengembangnya. Ia elok menukik meliuk dari ujung ke pelupuk mata tanpa menoreh luka. Tidak ada luka, namun ada melodi yang tersibak. Memori biru kusebut dia. Biru itu air, dingin dan menyegarkan. Iya, dia pelangi pertama yang lepaskan dahaga. Tiga belas dengan satuan tahun. Hanya biru satu warna kala itu. Warna yang kutahu menyatu dengan langit dan lautanku. 


Ada lidah kelu dan sikap kaku saat aku menatap pelangi biru. Sulit ungkapkan rasa padahal ia ada. Berat nyatakan padahal ia terasa. Begitulah, karena lain hari lain pula cerita. Lain jalan lain pula arah. Aku sungguh hanya merasa kesakitan namun tak terasa. Merasa Buta namun ku tau apa. Merasa hilang namun aku ada. Jadi siapa gerangan pelangi pertama di langit senja itu? 


Biarlah ku tambatkan sauh di dermaga terakhirku 
Dermaga yang ku harap adalah pelangi pertama itu
Biarlah ku gulung layarku menuju medanmu
Medan yang ku lihat ada pada pelangi biru
Biarlah angin menghuyung rasa manis itu
Rasa manis yang kian hari kian meletup syahdu


T35


Sabtu, 19 Desember 2015

Lebam

Terkadang hanya ada aku dan hitam

Tak jarang jika aku kelu dalam diam

Menerka terka episode digulirnya bumi oleh antariksa

Menebak disibaknya mentari oleh bima

Hanya ada aku dan hitam

bersumber dari keresahan

aku adalah hitam yang terang

kali ini mengorek luka yang kejam


Perjalanan masih sangat panjang

namun aku terhenti sekejap menagkap siluet hitam

aku adalah hitam namun aku takut bayang-bayang kelam

aku adalah hitam namun aku haru oleh gelisah lalu

aku adalah hitam namun aku masih meragu


Aku adalah aku yang meraung meradang

Terhuyung dalam kesempitan

aku lapar namun kenyang

aku sakit namun aku sehat

aku marah namun aku tertawa

luka namun tersenyum

lara namun bahagia

adakah yang mampu artikannya ?

Sabtu, 12 Desember 2015

RItihaN Dalam qalbU

Rindu itu gerimis, berbulir kecil namun perlahan tumpah membasahi

Rindu itu pagi, merelakan petang yang hilang

Rindu itu angin, datang sesekali terkadang sepoi kadang jua menebas

Rindu itu mendung, menggelayut hitam serasa ingin tumpah

Rindu itu api, tak jarang panas melukai

Rindu itu Indah, menghantarkan aku menuju pelukanMu

Rindu itu Indah, terbangkan jiwa menembus alam do'a

Rindu itu haru

Rindu itu syahdu

Rindu itu lembut

Rindu itu aku

Aku rindu pada Mu 



Rabu, 09 September 2015

Awan Hitam Bersemayam

Masalah adalah sebuah perbedaan. Terjadi akibat adanya gap antara harapan dengan kenyataan. Jadi kesimpulannya jika dirumuskan adalah sebagai berikut,

 M = Δα = Σk - Σh

Dimana           M = Masalah

                 Δα = Gap               
                 Σk = peristiwa yang terjadi           
                 Σh = ekspektasi

 

Haha.. Namun kali ini saya tidak akan bercerita mengenai kalkulus maupun matematika rekayasa. Itu hanya beberapa kepingan logam yang berhasil saya satukan beberapa hari belakangan ini.. pissss :)

Oke guys, ini coretanku untuk mengisi insomnia anda ..

 

Tepat kemarin malam seusai mendung mencoba mencibir awan-awan panda, sekilas bayangan hitam dari balik tirai muncul dengan tiba-tibanya. Ia membuat aku ketakutan, lari tunggang langgang hingga terjerembab ke ubin. Ada hal lain yang tak kusadari kala itu, bayangan hitam itu tidak menakuti sekali atau dua kali, melainkan kesekian kali untuk ketakutanku ketika aku mulai mendongeng pada anak-anak kucingku. Tunggu dulu kawan, akan aku ralat. Rasanya kata menakuti itu kurang tepat ku sematkan, mungkin istilah membuat jengkel akan lebih pas. Membuat jengkel ? Iyah, saking jengkelnya aku yang selalu dibuatnya terjerembab ke ubin. Ini yang kebeberapa kalinya dadaku memar. Bukan, bukan lebam biru yang nampak di kulit. Melainkan memar di dalam. Tak bisa kulihat dengan cermin maya itu. Hanya perih yang terasa, sakit pasti, namun apalah dayaku yang tiada bisa obati.

 

Hai kau tau ? Mendung-mendung pengusir awan panda lucu tadi kian menjadi. Ia mengumpulkan puluhan, ratusan bahkan ribuan kawanan hitam yang selimuti kota ini. Gelap di mana-mana, gelisah tiada terkira, merana menyayat jiwa, dukapun turut serta, sementara tawa hanya mengisyaratkan kesunyian sebagai tanda abstein. Kelu, bisu, biru kala itu. Tiada yang bisa diguratkan dari sebuah imajinasi keindahan dan keharmonisan. Sementara guratan demi guratan pesakitan terus membuncah seiring denyut nadi yang semakin berlari. Hai kau, bayangan hitam yang menari. Tidakkah kau rasakan perih ini? Sementara dengan merdunya kau bernyanyi, sedang dengan idahnya kau bersiul, lalu dengan riangnya kau berlari, serta dengan kejamnya kau MEMOTONG SEMUA CERITERA DONGENG untuk kitten ku. 

 

Adakah kau tahu? Kini awan hitam telah damai bersemayam di atas pusara keindahan. Semua terbalut dengan nuansa hitam. Tanda berkabung, tanda berduka cita. Berkabung atas kepergian keceriaan, berduka atas terkuburnya keriangan. Hanya warna kesukaanmu yang kau kibarkan. Kembalikan awan panda lucuku. Bangkitkan aroma ceriaku.. Kembalikan wahai hitam !!!


Seharusnya jika kau tak berniat memberi warna, jangan kau hilangkan warna aslinya. Jika kau tak berniat menanam pisang, jangan kau cangkul tanah ladangnya. Bila kau tak bermaksud menggores pualam, jangan kau gosok permukaanya. Semestinya jika kau tak suka mendengar orang mendongeng, jangan kau potong jalan ceritanya.
Tiada guna kau belokkan ceritera timun emas menjadi timun suri, atau timun-timunan atau timun yang dicabein. Tiada manfaat kau ubah ceritera tangkuban perahu menjadi tangkuban kapal vanderwick..

   

Biar saja detik jarum jam berputar ke arah kanan, adakah kau akan mengubah arah putarannya? Biarlah air laut berasa asin, akankah kau ubah menjadi manis bak madu ?

Pergilah bayangan hitam, pergilah guna mendayung keimanan. Sebab sejatinya orang yang beriman adalah ia yang beruntung, dan niscaya kelak kau bukan lagi bayangan hitam.... 


Hai kau bayangan hitam, bawa pergi mendung sombongmu yang gemar mendongak. Ajarilah ia cara berhitung, cara membaca dan cara mencari kawan, sebab ia tak pernah tau kapan ia seharusnya datang ke bumi, ia tak mengerti ejaan yang tercetak di buku ceritera, dan ia tak pandai melihat kebaikan serta keburukan seorang kawan yan sejati.


Pergilah,, Jadilah putih ..

 

 

Illustration by:sevenbunnyboyz

Jumat, 04 September 2015

Layang-Layang

Ini adalah sebuah catatan perjalanan seorang pengembara amatir. Ia mencoba menghirup pikuknya sebuah kota eksotik Jogja, begitu para wisatawan menyebutnya. Gudeg, angkringan, campursari, tenda dan Malioboro. Ada yang melekat kala itu, adalah sebuah kisah klasik yang membekas di memori ingatan. Sebuah album yang dikemas dengan nuansa drama pertemanan dan romantisme begitu aku menyebutnya. Namun ada batasan diantara pertemuan itu, sebuah tembok pemisah yang seolah menjadi pembatas sakral yang tiada bisa disatukan.. haha

Malam menyeruak, hening di ingatan. Kala itu tepat musim penghujan, namun petang menjelang tanpa malu menyibakkan gemintang di angkasa. Indah, langit berpihak pada perjalanan kami kala itu kawan, bahkan aroma kota gudegpun seolah lumer dalam penciuman lekat sekali. Ada makhluk diujung peron, mengumpulkan keberanian untuk meletupkan sebuah kalimat sapa. Siapa pula yang mau peduli pada alien yang nyata-nyata bukanlah siapa-siapa. ouchhh.. :p

Sepanjang garis lintasan kami, ada rasi-rasi indah di langit Jogja. Ada pesona rembulan yang memancar terang. Ada lampu jalanan yang mengisyaratkan keramaian. Hussssh.. Ada hati pula rupanya yang tertimba.. hehehe
Hati yang masih tabu untuk di kuak. Hati yang masih rapat menggenggam rahasia. Rupa-rupa warnanya, namun siapa pula yang menyangka?Malam kian larut namun, pesona Jogja kian melekat. Bagaikan melangkahkan kaki diatas kekuatan ultra, tiada rasa lelah terpancar, tangan melambai, mata tiada henti mengguratkan kekaguman, mulut berkelumit mengungkap pujian. Hai, adakah kalian tau?
Ada sesuatu dibalik remang-remang lampu. Sorot mata yang nampak lebih tajam dari bilah, sungging senyum yang merekah, dan pundak yang lebih tinggi dari ransel. Lebih tinggi dari ransel? Iya, ada keril yang digendognya. hahaha

Kini siapa sangka akan berjumpa dengan alien yang sempat mengumpulkan tenaga untuk sekedar menyapa. Alien yang naik dan turun dari gerbong yang sama. Alien yang hanya mampu mengisyaratkan sebuah garis bernama takdir. Yah, ini adalah takdir. Bukankah selembar daun tiada akan gugur tanpa takdir dari Sang Kuasa? Benar sekali, kala itu temaram berpihak padanya. Ada sedikitnya celah waktu serta tempat dimana aku berhenti melenggang. Sekedar mencicipi sesuatu yang mampu menggoyangkan lidah.. Sate.. hehehe

Entah dari mana keberanian itu terkumpul? Mendekat dan menanya tentang ini dan itu, tentang anu dan ehmmm hingga habislah bahasan. haha..
Rembulan turut memerah, menemani langkah indah. Angin malam seolah menggugah sanubari yang kian membuncah. Pekat malam kian meletup seiring derik hati yang menguncup. Gemintangpun menyembulkan kawanan mengitari diri nan berdendang. Aiihhh.. 

Aku Sonya, bukanlah siapa-siapa. Tak ada yang itimewa. Bergigi kelinci dua, bermata sipit cina dan berkulit putih salju himalaya. Sikapku dingin, sering dinilai sinis, tak jarang pula dikatakan apatis. Tetapi dialah yang buatku terheran-heran. Malam itu berlanjut hingga pagi. Ada sosok alien di ujung peron sana. Ouw,,, mendekat ia mendekat semakin dekat. satu.. dua.. Aku terdiam manis, mematung sesaat dua tiga detik memandang lamat-lamat senyum itu. Sepatah kata, seuntai kalimat, separagraf cerpen, mungkin bisa jadi satu novel. hahahaa...
Ada kisah yang tak terungkap, ada cerita yang tak tersibak. "Ada senyum yang tertinggal..." Aku hanya mampu menyimpul senyum merengkuh dayung seirama detak jantung. Ia begitu klasik bukan? Bukankah itu kalimat yang menjamurkan berjuta irama? Bukankah itu adalah kalimat apik yang mengandung zat-zat psikotropika? Bukankah kalimat itu menyiratkan tinta merah muda? Entahlah, yang pasti itu adalah kalimat penutup perjumpaan kita.

Do..Mi..Sol.. !!! Aku kembali pulang. Bukankah merpati tak pernah ingkar janji ?
Selamat tinggal, tsah,, aku benci perpisahan.. :'(

photo by: Ivan Loviano


Rabu, 02 September 2015

Lorong Waktu

Hai aku kembali... :)
Setelah sekian lamanya dibutakan oleh tumpukan rutinitas.. hehee.. ehm, setelah sekian lamanya kemarau, ini adalah buah kekeringanku....


Entah sudah beberapa lama ini aku tersedot ke dalam lubang hitam besar. Ia terus menarikku menuju ke sebuah dataran tinggi. Aku kenal dengan dataran ini, dataran yang dulu sempat menyematkan namanya di hatiku. Kala itu ada seorang kesatria datang dengan sebuah ketidak sengajaan. Iapun datang dengan membawa mawar merah. Ibarat sebuah kebun tandus yang tersiram hujan semalam. Betapa segarnya aroma tanahnya, betapa indahnya melihat bulir air yang menetes itu. Hari demi hari, pekan demi pekan hingga berbulan-bulan lamanya. Tumbuhlah bunga-bunga cantik, pepohonanpun tak malu-malu menampakkan kuncup daunnya. Sungguh kebun yang luar biasa indah. Burung-burung tak hentinya berkicau riang, merajut sarang dipucuk dahan. 

Ada yang berbeda, manakala semusim perjalanan terlewatkan. Badai panas kembali melanda. Tiba-tiba kawan... :(
Tiada lagi kuncup lembayung, mawar nan merekah dan rajutan sarang burung cantik yang gemar bersiul riang. Tanah pun kembali tandus gersang, seiring  usia semusim berjalan. Apalah arti 2 perisai yang dulu digadangkan ? Tiada guna lagi makna mawar yang sempat disodorkan. Mestinya tak ada lagi kata sapa diantara kau dan aku kala itu. Seharusnya tidak ada kisah pertemuan yang syarat akan senyuman.

Kini telah hampir separuh windu berlalu, namun entah apa yang undang lorong waktu menghantarkan aku kembali ke dataran kelabu itu. Menengadah ke langit mendongak ke angkasa setiap kali ada senja dengan riuh burung gereja. Berharap itu adalah kereta yang bawamu kembali pulang. Kecewa, lagi lagi kekecewaan, hanya lambaian tangan bayang-bayang yang selalu tebarkan senyuman. Sekian lama aku memendam, semakin perih kala menyaksikan surya tenggelam. Tiada salam perpisahan, hanya sepucuk haru yang kau layangkan. Biarlah semoga tiada lagi benih-benih pengharapan palsu yang kau tebar. Semoga kebahagiaan menyertaimu.... Bye... :)